Do’a Dan Ujian

“Iman seorang mukmin akan tampak di saat ia menghadapi ujian. Di saat ia totalitas dalam berdoa tapi ia belum melihat pengaruh apapun dari doanya. Ketika, ia tetap tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab untuk putus asa semakin kuat. Itu semua dilakukan seseorang karena keyakinannya bahwa hanya Allah saja yang paling tahu apa yang lebih maslahat untuk dirinya.”

Ada banyak permohonan yang hampir tak putus kita panjatkan kepada Allah, namun hingga sekarang belum terwujud. Ada banyak permintaan kita kepada Allah, namun belum juga terpenuhi. Mungkin kita pernah merasakan lidah yang hampir kelu karena terus bermunajat namun belum juga terijabah. Barangkali, kita pernah merasakan kelelahan batin yang begitu meletihkan karena doa yang hampir selalu terucapkan, namun belum juga terjawab.

Sesungguhnya, bait-bait doa yang kita ucapkan itu adalah energi yang membentuk ketahanan kita menghadapi samudera ujian dalam hidup ini. Itulah sebenarnya kandungan dari sabda terkenal Rasulullah saw, bahwa doa adalah senjata bagi orang beriman. Senajata, karena dengannya kita bisa mendapat bantuan dari yang Maha Kuat. Juga senjata karena dengannya kita bisa mendapat tuntunan sekaligus sandaran dalam memandang masalah secara positif dan tetap optimis.

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan sisi lain dari kekuatan doa. Menurutnya, kekuatan iman kita justru akan tampak tatkala kita berupaya sekuat tenaga dan terus menerus memanjatkan doa, namun kita belum juga merasakan perubahan dari lilitan ujian yang kita alami.

“Iman seorang mukmin akan tampak di saat ia menghadapi ujian. Di saat ia totalitas dalam berdoa tapi ia belum melihat pengaruh apapun dari doanya. Ketika, ia tetap tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab untuk putus asa semakin kuat. Itu semua dilakukan seseorang karena keyakinannya bahwa hanya Allah saja yang paling tahu apa yang lebih maslahat untuk dirinya. Ia yakin bahwa dengan ujian itu, Allah ingin melihat tingkatan kesabaran dan keimanannya. Ia yakin bahwa dengan keadaan itu, Allah swt menghendaki hatinya menjadi luruh dan pasrah kepada-Nya. Atau, boleh jadi melalui ujian itu, Allah menghendaki dirinya untuk lebih banyak lagi berdoa sehingga ia lebih dekat lagi dengan-Nya melalui doa-doanya.” Begitu uraian nasihat Imam Ibnul Jauzi rahimahullah (Shaidul Khatir,375).

Perhatikanlah lima alasan utama yang menurut Imam Ibnul Jauzi bisa membuat keimanan seseorang terbukti saat melewati ujian. Dengan kata lain, orang-orang yang memohon dan menginginkan doanya segera terkabul, cepat terwujud, adalah bukti dari kelemahan imannya. Bukti kelemahan iman itu adalah karena lima hal kebalikannya.

Yakni, karena ia memandang dirinya sebagai orang yang paling mengetahui apa yang paling baik, bukan Allah swt. Kedua, karena ia merasa sudah banyak beramal dan beribadah, lalu berhak menerima besarnya pahala dengan menerima ‘upah’ dari Allah dari amal-amalnya. Ketiga, karena hatinya ternyata tidak kunjung pasrah dan luruh dihadapan kebesaran Allah swt yang tidak ada kebesaran lain yang menandingi-Nya, padahal sudah banyak diuji. Keempat, karena ternyata hatinya belum juga mau mendekat kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya dan karena ia ternyata belum dianggap cukup menyampaikan doa nya kepada Allah swt.

Jika ditelusuri lebih dalam lagi, ternyata doa-doa yang menyertai ujian hidup kita itu hanya ingin menggiring kita kepada keadaan yang lebih baik. Doa dan ujian kita, ingin menanamkan keyakinan tauhid yang lebih kuat bahwa kita adalah makhluk lemah yang harus terus menerus bergantung pada Yang Maha Kuat. Doa dan ujian kita, ingin agar kita lebih banyak memiliki keinginan untuk beramal shalih. Doa dan ujian kita itu, ingin meluruh kan semua kesombongan kita dihadapan kebesaran Allah swt. Doa dan ujian kita itu, ingin menuntun kita lebih dekat kepada Allah swt. Dan doa serta ujian kita itu, ingin agar kita lebih memperbanyak lagi beribadah dan berdoa.

Sungguh indah dan teapt sekali sabda Rasulullah saw, “ Seorang hamba masih dalam kondisi baik, selama ia tidak terburu-buru.” Ketika menyampaikan kalimat itu, seorang sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan terburu-buru ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “(ketika seorang hamba mengatakan) Aku sudah berdoa tapi doaku tidak dikabulkan.”

Kita tidak perlu menghitung-hitung panjangnya masa dan waktu ujian yang telah terlewat. Karena sikap seperti, pasti membuat kita lemah untuk terus berusaha dan memanjatkan doa. Jangan juga memandang dan memperkirakan betapa jauhnya masa dan waktu ujian yang akan kita lewati dihadapan. Karena hal itu akan menjadi belenggu yang mengikat kita untuk bisa kuat melewatinya.

Kondisi kita, hampir sama saja dengan orang yang mendaki gunung yang tinggi. Ia dianjurkan untuk tidak terlalu sering melemparkan pandangannya ke atas gunung yang harus ia daki. Karena pandangan keatas itu, bisa memunculkan ketidak percayaan diri dan membebani langkahnya untuk terus mendaki. Tapi, ketika ia turun dari tempat yang tinggi, ia juga dianjurkan untuk tidak terlalu sering melihat jauh kebawah. Karena jauhnya dataran yang ia lihat dibawah bisa memunculkan kelemahan pada jiwa.

Mari bersujud syukur disini. Di tempat ini. Disuasana yang sunyi ini. Menyungkurkan tubuh, meletakkan kepala diatas tanah, bersimpuh dihadapan Allah swt. Dalam kitab Zaadul Ma’aad, sujud disebut sebagai bagian dari ‘aadat shahabah atau kebiasaan para sahabat Rasulullah saw. Mereka mencontoh kebiasaan itu dari Rasulullah yang juga selalu sujud kepada Allah saat menerima berita gembira, saat mengalami kegembiraan, saat mendapatkan karunia Allah yang membahagiakan.

Bersyukurlah atas semua karunia-Nya. Karena kesadaran kita saat ini adalah kenikmatan yang sungguh berarti dari Allah swt. Karena di antara ruang-ruang kesulitan hidup yang kita ada didalamnya, kita masih memiliki sumber kegembiraan sejati kita, yaitu keimanan yang semakin hari semakin kuat karena ditempa oleh ujian itu sendiri.

—-
Dikutip dari: Mencari Mutiara di Dasar Hati, karangan Muhammad Nursani, terbitan Tarbawi Press

2 thoughts on “Do’a Dan Ujian

Leave a reply to denisrahadian Cancel reply